Tren Perang Modern : Bahan Kuliah Umum Panglima TNI
![](https://static.wixstatic.com/media/309cc5_ab1e8a145e3b47a0a968c168472595a8~mv2.jpg/v1/fill/w_570,h_360,al_c,q_80,enc_auto/309cc5_ab1e8a145e3b47a0a968c168472595a8~mv2.jpg)
Sifat dan karakteristik perang telah bergeser seiringnya dengan perkembangan teknologi. Kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara dewasa ini semakin kecil. Namun, adanya tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru, diantaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy.
Perang asimetris adalah perang antara Belligerent atau pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda. Akibatnya adanya perbedaan besar dalam kekuatan militer itu, pihak yang lemah tentu tidak akan konvensional dan terang-terangan melakukan perlawanan kepada pihak yang lebih kuat, namun akan menggunakan teknik-teknik baru yang di luar kebiasaan dan aturan yang berlaku untuk melemahkan kekuatan lawan. Salah satu cara yang dilakukan melalui teknik geriliya.
Perang hibrida atau kombinasi merupakan perang yang menggabungkan teknik perang konvensional, perang asimetris dan perang informasi untuk mendapatkan kemenangan atas pihak lawan. Pada saat kondisi kuat, maka perang konvensional dilakukan untuk mengalahkan pihak lawan, namun pada saat situasi kurang menguntungkan, maka berbagai cara lain dilakukan untuk melemahkan pihak musuh. Berbagai cara tersebut dapat berupa penyebaran infromasi yang menjatuhkan citra dan kewibawaan musuh, menyelenggarakan black campaign terhadap musuh, atau penyusupan ke dalam pihak lawan yang kesemuanya bertujuan akhir untuk menghancurkan kekuatan musuh.
Sedangkan perang proxy atau proxy war adalah sebuah konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari secara langsung dengan alasan untuk mengurangi resiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal. Biasanya pemain ketiga yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa aktor non-negara(non state actor) yang dapat berwujud LSM, Ormas, kelompok masyarakat atau perorangan. Singkatnya, proxy war merupakan kepanjangan tangan suatu negara yang beruapaya mendapatkan kepentingan strategisnya namun menghindari keterlibatan langsung suatu perang yang mahal dan beradarah.
Melalui perang proxy ini tidak dikenali secara jelas siapa kawan siapa lawan karena musuh mengendalikan non state actor dari jauh. Negara musuh akan membiayai semua kebutuhan yang diperlukan non state actors dengan imbalan mereka mau melakukan segala sesuatu yang diinginkan penyandang dana untuk memecah belah kekuatan negara yang menjadi sasaranya.
Sumber : Memahami ancaman, menyadari jati diri sebagai modal membangun menuju Indonesia emas. Hand-out kuliah Umum Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo 16 nov 2016 di Balai Sidang Universitas Indonesia.