Pengukuran Efektivitas Sebagai Landasan Scientific Misi Militer
![](https://static.wixstatic.com/media/309cc5_6942c32a2cd74325b4154640c07dcb8d~mv2.png/v1/fill/w_963,h_510,al_c,q_90,enc_auto/309cc5_6942c32a2cd74325b4154640c07dcb8d~mv2.png)
Betapa pentingnya definisi UE(Ukuran Efektivitas) per setiap UO (Unit Organisasi) di TNI-AL guna mengukur capaian performanya yang berujung pada total kualitas TNI-AL. Tidaklah cukup adil mengukur kualitas dilihat dari modernisasi alutsista saja dan pertanggungan jawab suatu kegiatan sebaiknya tidak dibebankan hanya dari sisi anggaran saja (PjkKeu), tetapi juga Pjk Performanya atau UE-nya. Tulisan diawali dengan pengenalan UE sebagai bagian kecildari EBO, kemudian di dalami dalam 2 kasus, yakni 1 kasus operasional (performa kapal tempur permukaan) dan yang lainnya kasus organisasi pengelola domain maritim. Kasus organisasi adalah isu pengembangan Bakorkamla (sekarang Bakamla) dibantu konsep & teknik AJS (analisis jejaring sosial tanpa bahasan kuantitatif) semakin membuka ide akan pentingnya pemodelan dan konsep kuantitatif guna mengkaji kegiatan. Ujung-ujungnya dirasakan peningkatan jumlah billet AO/OR(Analisis Operasional/Operasional Riset) sungguh sungguh semakin dibutuhkan bagi kepentingan TNI-Angkatan Laut mendatang.
Militer menjawab ukuran keberhasilan suatu kegiatan operasi yang terukur dengan skala effektifitas, menggunakan Ukuran effektifitas (UE). NATO menjalankan operasi berbasis effektivitas (terukur) yang disebut EBO (EBO/Effects-Based Operations), dan UE adalah skala yang lebih kecil dari EBO. EBO adalah capaian “hasil”(terukur) kegiatan dengan fokus pada sasaran spesifik atau penugasan khusus dengan cara yang effektif dan effisien menembus spektrum luas dari lingkungan yang kaos dan kompleks.
Konsep ini sering digunakan sehingga perlu dipahami semua pemain dilapangan mulai dari pasukan sampai ke Gugus Tugas gabungan, paduan dan koalisi. Semua strata pengambil keputusan NATO dari yang terendah sampai yang tertinggi bukan saja harus memahami, bahkan mengerti bagaimana memodelkan UE. UE adalah ukuran capaian suatu misi atau ukuran kuantitatif yang diperoleh sistem atau ekspresi probabilita bahwa sistem tersebut sukses mendemonstrasikan performanyadalam suatu ukuran, atau menjawab pertanyaan, sanggupkah misi sistem tersebut bekerja sesuai rancang bangun versus masalah tertentu dan bisakah di-ukur performanya?
Kapasitas pengambil keputusan adalah kesanggupan memprediksi dan memilih hasil
(outcome) yang diharapkan per setiap CB(Cost Benefit) yang dipilih,
misal: memilih CB6 yang terbaik diantara alternatif A, B dan C. Biaya dan kendala merupakan penyebab munculnya banyak pilihan. Mengeliminir suatu sasaran
yang diprediksi cukup dieliminir 60% - 80% nya saja bisa memunculkan banyak pilihan, mulai sebesar 80%,75%, dst, sampai 60 % dan masing-masing dengan konsekuensi biayanya.
Semakin kompleks isunya, semakin berpeluang memunculkan banyak alternatif CB, bahkan isu sederhana-pun memiliki pilihan. Semakin tinggi effektifitasnya semakin tinggi konsekuensi “biaya”nya. Tentunya harus dibuat kriteria agar bisa diketahui pilihan mana yang sedikit lebih baik, baik, atau bahkan kurang baik?
Definisi dan skala UE menyesuaikan dengan keinginan pemimpin, walaupun bisa saja pengambil keputusan tidak mencetuskan idenya dalam bentuk kuantitatif.
UE sanggup menjangkau isu strategik seperti strategi penangkalan FDO(FDO = flexible deterrent options adalah strategi teroskestra yang melibatkan instrumen kekuatan nasional lainnya sebagai bagian dari strategi keamanan nasional), pengadaan drone pengawas wilayah maritim, pemilihan kekuatan militer gabungan (force planning), sistem akuisisi, go-no-go transfer teknologi bilateral, kerjasama dan riset pesawat tempur atau kapal perang mendatang, pemilihan tipikal dan pola pesawat terbang patroli maritim jarak jauh dll. UE, sangat mengait dengan konsep optimalisasi (AO/OR), teori pengambilan keputusan, dan konsep analisis organisasi (jejaring); sehingga materi tersebut sepantasnya sering dibahas dalam artikel ini.
Basis ilmiah pengambilan keputusan dilingkungan AL
Perwira AL adalah pemimpin dengan misi mensukseskan pelaksanaan operasi Maritim dengan fungsi utama mengorganisir, merencanakan, dan saran penyelesaian suatu misi yang ditetapkan. Sedangkan performa tunggalnya adalah kesanggupan membuat keputusan yang bijaksana dan kritikal guna menunjang suksesnya operasi.
Keputusan modern adalah kesanggupan membaca effektifitas setiap alternatif kegiatan, operasi atau misi dan mengukur konsekuensi dukungan biayanya. Tidak semua perwira AL mengalami situasi damai-krisis-konflik-penangkalan-perang dan aktif dalam proses keputusan sebagai pembelajaran berharga baginya. Disayangkan hadirnya beberapa keputusan strategik namun tidak ditunjang riset pasangan “effektifitas” dan “biaya” sebagai pembelajaran generasi berikut. Pilihan terbaik memproteksi (misal) konvoi maritim versus kapal selam adalah penabiran berbasis estimasi probabilita kapal selam musuh sukses menempati posisi tembak dan tentu berbeda dengan pengalaman lalu. Perbedaan ini sedikit banyak bisa menjadi menjadi pertimbangan keputusan mendatang, secercah pengalaman sebaiknya dijadikan masukan guna membangun kerangka keputusan mendatang. Baik, lebih baik, apapun juga skalanya membutuhkan teknik kuantifikasi. Laporan atau kajian sungguh
sulit diterima dengan memunculkan hanya satu alternatif solusi misal: kegiatan berjalan optimal, seperti apa dan tanpa pembanding apapun. Laporan ini juga semakin kurang “fair” dengan menampilkan “biaya” dan “personil” sebagai tumpuan kendalatanpa jawaban konkrit berapa biaya yang “pas” serta kualitas, kuantitas, dan kompetensi personil yang
dibutuhkan?
Keputusan sebenarnya hanya mengisi “harga” UE kegiatan terpilih dan “besar”-nya dukungan biaya per masing masing effektifitas untuk dipertanggungjawabkan kedua-duanya. Bisa dipahami bahwa keputusan adalah subyek kendala waktu, misal: hitungan detik untuk memutuskan menembak jatuh pesawat. Sebaliknya akan memakan waktu bulanan untuk memilih kekuatan militer gabungan yang terbaik (best mix force planning) karena dibutuhkan pembelajaran seri sistem akuisisi; skenario pertahanan nasional, estimasi dan simulasi skenario pelibatan kekuatan. Proses keputusan dengan pengalaman, perhitungan, dan analisis masih dibatasi sumberdaya, yakni waktu dan ketersediaan data.
Kegiatan memutuskan bahkan tidak boleh mengandalkan pengalaman yang relatif sama, mengingat solusi yang dilakukan bisa saja keliru besar. Pengetahuan mendefinisikan dan menentukan apa obyektif-nya sebagai komponen proses keputusan atau kajian jauh
lebih krusial pada tahap awal keputusan. Langkah-langkah pengambilan keputusan membutuhkan alasan jelas, logik, proses yang sistematik, platform pendekatan dan mencegah hilangnya elemen esensial.
Hadirnya proses perencanaan militer di lingkungan AL sangat bagus sebagai proses pemberian pengalaman, pelatihan serta pembelajaran pengambilan keputusan.
Proses ini sungguh terbantukan dengan terstrukturnya masalah yakni kejelasan “musuh”. Berbeda jauh dengan dunia nyata; versus tidak terstrukturnya aktor dan non aktor serta lingkungan sungguh komplikatif. Butuh methodologi dan kerangka fikir sistematik dan basis pengambilan keputusan rasional yakni analisis operasional (AO) atau operasional riset
(OR). Relatif mirip, namun AO lebih banyak beroperasi dilapangan, dan selama masih dalam kepentingan lapangan tetap digolongkan AO. OR sedikit berbeda, lebih akademik dengan riset murni yang dilakukan berikut pengembangannya diperguruan
tinggi militer atau sipil. Persamaannya, keduanya menggunakan perangkat disiplin optimalisasi masalah. Hadirnya AO maupun OR versus bobot teknologi (technology heavy) bagi AL, persaingan teknologi, “biaya” (tinggi) riset teknologi, diversitas produk teknologi, dan semakin terbatasnya sumber daya; merangsang AL untuk memiliki analis keputusan yang trampil versus lema-lema diatas.
Bahkan AS menekankan perolehan porsi kualifikasi perwira dengan billet AO & OR lebih dari 50% total seluruh perwira dan terdistribusi merata baik korps Pelaut, Teknik, Marinir, Penerbang, bahkan Supply. Perwira-perwira tersebut tentu saja dapat berperan sebagai operator dan analisis proses keputusan yang nantinya menjadi produk keputusan yang baik disemua strata masalah dikemudian hari dan “World Class Navy“bukan lagi menjadi impian.
UE dilingkungan Angkatan Laut dan Contoh-Contohnya
Aplikasi methoda AO sangatlah penting bagi perwira AL dengan beberapa alasan;
Disiplin AO membentuk perilaku obyektif, terbiasa dan trampil dengan proses pemikiran kuantitatif dan analitik adalah faktor sangat penting bagi perwira AL,
Lebih mudah memahami fitur esensi operasi Maritim,
Menyiapkan perwira untuk bergabung dengan billet AO atau OR.,
Menyumbangkan studi teknis, operasional bahkan strategik tentang apa saja yang diperlukan demi AL.
Titik [1] menjadi dominan mengingat AL berada di-domain maritim yang penuh dengan chaos dan komplikatifnya dunia nyata. Perwira non billet AO/OR pun memiliki akses yang sama, mengingat penggunaan methoda pemecahan masalah AO sudah terbentuk (habit) dalam suatu framework penyelesaian masalah/kajian yang konsisten. “Framework” yang sederhana; pertama, (berturut-turut) formulasikan masalah dengan langkah-langkah seperti identifikasi obyektif, identifikasi alternatif CB, identifikasi variabel-variabel yang berdampak terhadap CB, dan diakhiri dengan definisi UE. Kedua, melakukan langkah-langkah analisis, permodelan (tiruan sistem masalah), evaluasi berbasis UE, temukan alternatif CB melalui model dibantu teori dan analisis, laksanakan percobaan didunia nyata dengan data atau
informasi yang dipercaya. Ketiga, komunikasikan hasil baik lisan atau tertulis dan tergantung situasi, bisa saja ke-seluruh stake-holder, selain ke-pemberi perintah kajian tersebut. Keempat, membantu implementasi ke-dunia nyata.
Dua parameter penting yang perlu dibahas segera sebelum masuk penjelasan UE, yakni
obyektif masalah dan alternatif CB. Hal ini sungguh beralasan tanpa definisi obyektif (apa sebenarnya keinginannya) tidak pernah bisa menjelaskan arah kajian meski diakui ada kesulitan mendefinisikan obyektif masalah.
Bahkan tim seperti OEG (operations evaluation group) Inggris era PD - II yang beranggotakan pakar matematika, fisika dan profesi militer bisa saja keliru. Misal; ditenggelamkannya kapal angkut Sekutu oleh pesawat Axis di Mediteranian, dengan segera OEG memastikan obyektif masalahnya adalah menembak jatuh semua pesawat Axis maka UE yang pantas adalah jumlah pesawat Axis. Setelah dilengkapi PSU, pengawakan dan pelatihan dengan “biaya” besar bagi kapal angkut, hanya 4% pesawat Axis tertembak jatuh, tidak sebanding (ineffisiensi) dengan “biaya” pemasangannya. Tim kemudian melakukan perbaikan obyektif yakni keselamatan kapal angkut dari serangan pesawat terbang, sehingga jumlah kapal selamat adalah UE yang tepat. Hasilnya; hanya 10% dari jumlah kapal angkut ditenggelamkan Axis, sedangkan kapal angkut yang tidak dipersenjatai dan tenggelam mencapai 25%. Total “biaya” pasang PSU, pengawakan dan pelatihan sama dengan upaya menyelamatkan 15% kapal dengan memodifikasi definisi UE.
Kesulitan mendefinisikan obyektif bisa saja tergantung siapa penanggung jawab
kajian tersebut dan memang diakui ada kecanggungan dan kesulitan mengolah-fikir awalnya. Pengalaman ini memberi pelajaran berharga tentang pentingnya posisi obyektif dalam suatu kajian. Realistik (dan relevan) tidaknya obyektif perlu dievaluasi, misal; dengan obyektif meminimalkan jumlah kapal yang tenggelam, maka alternatif tidak mengoperasikan
kapalnya menjadi pilihan yang keliru. Sungguh tidak realistik dan keliru untuk memahami obyektif sebagai aksi penyelesaian masalah atau kajian.
Bagaimana membangun alternatif-alternatif (atau CB) cara mencapai obyektif yang diharapkan? E.S Quade menyarankan kajian dimulai dengan membangun obyektif dan membuat daftar alternatif CB, kemudian melakukan iterasi dari langkah awal sampai akhir sampai dengan keyakinan bahwa algoritma analisis benar-benar sudah dilalui. Alternatif CB
dipersyaratkan selain realistik juga independen satu sama lain. Proses mempertimbangkan ini semua biasanya tidak semulus itu, apalagi menghadapi isu strategik/nasional. Iterasi dan interaksi internal tim maupun tim dengan pengambil keputusan bahkan seringkali diperlukan.
Analis keputusan sering menghadapi isu batasan obyektif, seperti: batasan jumlah alternatif yang dibolehkan, alternatif hanya berorientasi kepada personil, atau material atau peralatan atau dibatasi dalam lingkup taktik dan method operasional, atau adakah batasan lainnya?
Contoh; banyak alternatif menstationkan patroli udara tempur/Combat Air Patrol (CAP) guna melindungi konvoi terhadap serangan udara. Seperti; stasion-kan x pesawat diketinggian k1 dengan spasi yang sama pada radius r1 dari ZZ, dan y pesawat di-ketinggian k2 dengan spasi yang sama pada radius r2 dari ZZ, dll. Sebagai patokan, alternatif haruslah fokus pada misi yang dijalankan. Berorientasi pada sebagian misi membuat alternatif itu bisa saja tidak lengkap bahkan tidak relevan. Misal: satu alternatif melindungi konvoi terhadap kapal selam adalah optimalisasi deteksi yang merupakan hanya sebagian cara menyelesaikan misi
melindungi konvoi---alternatif yang tidak relevan. Analis keputusan akan membangun basis keputusan dengan esensi sebenarnya yakni memprediksi dan menjelaskan hasil yang diharapkan per setiap alternatif yang dipertimbangkan. Contohnya, bila diketahui ada dua (2) alternatif taktik A, B dan C, bagaimana bisa menentukan A lebih baik, kalaupun terjawab
akan dilanjutkan dengan pertanyaan kritis, berapa baiknya (atau kurangnya) A terhadap B atau C. AO(Analisis Operasional) harus sanggup menciptakan skala penilaian yang bisa diterapkan kepada masing-masing alternatif per setiap isu, meskipun bisa saja pengambil keputusan tidak mengisyaratkan dalam bentuk kuantitatif.
Analis bisa saja mengatasi dengan “perwakilan” (proxy) kuantifikasi setiap obyektifnya. Misal; pencarian kapal selam diarea A, dengan sejumlah n aset AKS(Anti Kapal Selam/ Anti Submarine Warfare) dan dalam waktu t. CB-nya adalah sejumlah p pola pencarian AKS, dan UE adalah menjadi harga ekpektasi (expected value) jumlah kapal selam yang bisa ditemukan.
Perilaku UE umumnya disimpulkan sebagai berikut, pertama, berbentuk kuantitatif. Kedua, bisa diduga dari data atau informasi yang ada. Ketiga, turun naiknya (proses iterasi dengan pengambil keputusan) harga/nilai yang signifikan sebanding dengan perbaikan signifikansi menuju obyektif keputusan. Keempat, harus bisa merefleksikan manfaat (benefit) dan penalti (konsekuensi, atau biaya) per setiap CB ~ untung dan rugi nya.
Hal ini dapat dicontohkan dengan kegiatan di A dengan satu faktor yang selalu digunakan yakni “lebar penyapuan“ (sweep width) ~ w (harganya ditentukan). w menjadi indikasi manfaat artinya pencarian dengan w terpilih berpeluang besar (bermanfaat) menemukan korban. Sebaliknya; konsumsi waktu t akan menjadi penalti, karena itu benarkah w per unit t bisa dijadikan UE? Hal ini dirasakan kurang “tepat”; masalahnya bukan lebar penyapuan yang segera di kejar, namun luas area yang perlu disapu se-effektif mungkin. Lain halnya dengan w . v (lebar penyapuan x kecepatan penyapuan = laju penyapuan) lebih pantas sebagai UE, semakin tinggi harga v , karena semakin luas daerah penyapuan (w . v ) yang bisa diliput dan semakin besar probabilita (manfaat) mendeteksi korban. Dalam dimensi ops SAR(Search and Rescue), baik pencarian kapal selam, orang, kapal atas air, dll, maka w . v dan w pantas digunakan sebagai UE.
Berikut demonstrasi UE di-berbagai aksi di-laut a.l: evaluasi aksi patroli maritim dengan sub-evaluasi performa sensor MAD (Magnetic Anomaly Detector) maka UE yang terpilih [1] probabilita patroli maritim dengan MAD-nya memperoleh deteksi kapal selam, diyakini hadirnya kapal selam yang kemudian hilang kontak (diwakili Datum) dan [2] biaya per sortie
(biaya penerbangan per sortie), sedangkan risiko atau penaltinya adalah gagal (misal :tidak terdeteksi sama sekali).
Teknik penetapan UE relatif sama untuk UE sensor Sonobouy di pesawat. Umumnya tetapan UE didekati dengan kriteria sukses terlebih dahulu untuk menemukan UE. Bagi operator sensor performanya (suskesnya) diukur sejauh mana kompetensi operator sanggup mengklasifikasikan terdeteksinya sasaran (benar atau palsu), dan UE yang terpilih adalah
laju klasifikasi (rasio jumlah sukses mengklasifikasi yang benar dibandingkan total klasifikasi yang benar) yang didapat per periode terdeteksi dari serangkaian deteksi yang ada. Keseluruhan UE bukan saja meliput isu deteksi awal, bahkan semua proses pelacakan berikutnya. Total UE operator Sonobouy adalah probabilita memperoleh deteksi; ditambah
probabilita melacak sasaran dalam periode waktu tertentu (even terdeteksi terus menerus); ditambah probabilita mempertahankan kontak dengan sejumlah (pola) sonobouy yang dilempar sampai senjata dilontarkan; ditambah (terakhir) probabilita sista menghancurkan sasaran (ada 4 even untuk mengukur UE).
Contoh lainnya; memilih UE yang tepat bagi suatu decoy yang berperan menghadapi Rudal anti kapal permukaan yang mendatanginya. Situasinya, sejumlah kapal permukaan berbagai
jenis yang tergabung dalam Gugus Tempur (Battle Group) dan sejumlah decoy yang terpasang diatas kapal kawalnya. Apabila Rudal musuh sukses keluar dari peluncurnya, berhasil meluncur tanpa rintangan, terbang dan menyerang tanpa rintangan serta berhasil
menghancurkan kapal atau tertembak jatuh atau bisa saja berbelok dan mengunci kapal yang berdekatan dengan sasaran semula UE yang terpilih adalah semua (jumlah) kapal selamat dari serangan Rudal.
Contoh lain versus “illegal fishing “ dikaitkan keinginan pengambil keputusan yang berharap menurunnya jumlah kapal pencuri, pertanyaannya benarkah jumlah kapal ikan yang mencuri dan tertangkap pantas sebagai UE? Masalahnya varian jumlah kapal ikan illegal bisa dimulai dari tonase besar sampai yang terkecil plus minus utilisasi kapal induk (penadah) ditengah laut dan menjadi tidak “linear” dengan total muatan ikan yang tercuri---bentangan alternatif CB menjadi banyak sehingga jumlah kapal penangkap ilegal tidak relevan dengan obyektifnya. Menggunakan w dan v barangkali juga tidak tepat yang berujung kepada jumlah kapal yang berpeluang di dijadikan sasaran VBSS. Mungkin UE yang paling tepat adalah jumlah kerugian negara (benefit loss) yang merupakan total jumlah kapal ilegal yang tertangkap, jumlah kapal ikan ilegal yang berhasil dideteksi dan melarikan diri, jumlah kapal ikan ilegal yang tidak terdeteksi dan berhasil melarikan diri dan jumlah kapal induk dan semuanya per periode tertentu dan diekspresikan dalam total muatan ikan dan diterjemahkan dalam rupiah, berasumsi tidak ada kegiatan “main mata” antar aparat dan kelompok kapal ikan. Bisa saja AOR sangat teknis, namun melirik kesanggupannya mengatasi isu operasional, seni operasi bahkan sampai ke isu strategik maupun pertimbangan alternatif kebijakan dan strategi nasional lainnya merubah cara pandang ini.